Senin, 23 Maret 2015

Reading Material Hukum Diplomatik dan Konsuler

KAITAN ANTARA HUBUNGAN KONSULER DENGAN KONSUL
KEHORMATAN
A. Sejarah Hubungan Konsuler
1. Sebelum Konvensi Wina 1963
Manusia sebagai makhluk yang selalu hidup bermasyarakat sudah tentu
tidak dapat hidup tanpa manusia lainnya, atau istilahnya zoon politikon menurut
Aristoteles.29 Begitu juga dengan negara yang merupakan suatu organisasi besar
terdiri dari sekumpulan masyarakat yang memiliki berbagai kepentingan, sudah
tentu tidak bisa eksis tanpa berhubungan dengan negara lainnya. Setiap negara
memiliki kepentingannya masing-masing yang terkadang, kepentingan tersebut
tidak dapat dipenuhi oleh negara itu sendiri. Oleh karena itu, negara tersebut harus
berhubungan ataupun bekerjasama dengan negara lain untuk dapat memenuhi
kepentingannya itu.
Salah satu kegiatan dalam rangka memenuhi kepentingan suatu negara
adalah perdagangan,dimana kegiatan perdagangan ini biasanya dilakukan dengan
negara lain. Pada abad ke-21 ini,perdagangan antarnegara merupakan hal yang
signifikan. Apalagi didukung dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi serta transportasi yang telah meminimalisir hambatan-hambatan bagi
kegiatan perdagangan antarnegara.
29 Samidjo, Ilmu Negara, C.V. Armico, Bandung, 2002,hal.27.
Universitas Sumatera UtarApabila dilihat dari sejarahnya, sebelum dikenal istilah negara seperti yang
kita kenal sekarang ini, di zaman Yunani Kuno telah terdapat kegiatan-kegiatan
perdagangan yang dilakukan antar city-states. City-state atau negara kota
melakukan perdagangan antara mereka satu sama lainnya atau dengan kota-kota
lain di Timur Tengah. Akibat perkembangan kegiatan perdagangan antar citystates
ini kemudian lahirlah suatu lembaga konsuler. Tentu saja lembaga konsuler
yang lahir pada saat itu tidak sama dengan lembaga konsuler yang kita kenal
sekarang ini kendati keduanya dapat dibandingkan.
Istilah proxenia pada zaman Yunani Kuno muncul dalam kegiatan
perdagangan antar city-states sebagai seorang pejabat negara atau warga negara
terkemuka yang dipercayakan oleh suatu negara asing untuk bertugas dan
bertanggung jawab atas warga negara asing tersebut yang berkedudukan di
negara sang pejabat atau warga negara terkemuka tersebut. Proxenia juga
menggunakan semua koneksi dan pengaruhnya untuk mendukung persahabatan
ataupun aliansi dengan city-state yang ia wakili. Contohnya adalah Cimon,
seorang proxenia yang mewakili Sparta di Athena, ia telah melaksanakan
tugasnya bahkan sebelum pecahnya perang Peloponnesia Pertama 30 (460 SMsekitar
445 SM) hampir 2500 tahun yang lalu 31
30 Perang Peloponnesia Pertama (First Peloponnesian War) merupakan perang antara
Sparta dan Athena yang salah satu penyebanya adalah kecemburuan Sparta terhadap
perkembangan Kekaisaran Athena.
31 www.e-consulate.org/Hon_Consul_history.pdf diakses tanggal 10 April 2013
Universitas Sumatera Utara
35
Kemudian pada masa Romawi istilah bagi pejabat yang bertugas sebagai
proxenia ini disebut preator peregrinus.32
Kekaisaran Romawi kemudian jatuh tetapi kemudian segera disusul dengan
berdirinya Kekaisaran Romawi Timur atau yang dikenal sebagai Byzantium
dengan pusat pemerintahan di Konstantinopel dan Istanbul. Asas hukum personal
ditemukan pada masa kejayaan Kekaisaran Romawi Timur ini. Pada masa itu di
Byzantium banyak warga negara asing yang berkedudukan di sana, namun mereka
tetap diperbolehkan memakai hukum nasionalnya masing-masing. Selain itu, para
golongan warga asing di wilayah itu boleh mengangkat wakil khusus yang berasal
dari golongan mereka sendiri sesuai dengan asal negaranya. Kemudian muncul
suatu lembaga pengadilan khusus yang mengadili perselisihan yang terjadi antara
para pedagang asing dengan warga negara Byzantium. Pejabat-pejabat yang
diangkat sebagai hakim-hakim khusus bagi pedagang dan warga negara asing di
luar negeri inilah yang kemudian disebut konsul.33
Selanjutnya hingga pada abad ke-12 dimana terjadi perpecahan di
Semenanjung Italia yang memunculkan lagi pemerintahan negara-negara kota
(city-states) yang telah berkembang, dimana dalam kegiatan perdagangannya telah
melahirkan suatu konsul perniagaan yang memimpin persekutuan perniagaan dan
mewakili kepentingannya di luar negeri,terutama di kota-kota pusat perdagangan
seperti Milan dan Pisa. Perlu diketahui,aturan-aturan mengenai tugas-tugas konsul
32 S.L.Roy,Diplomasi,Rajawali,Jakarta,1995,hal.221,lihat juga Widodo,op.cit.,hal.185
33 Masyur Effendi, Hukum Diplomatik Internasional: Hubungan Politik Bebas Aktif Asas
Hukum Diplomatik dalam Era Ketergantungan Antarbangsa, Usaha Nasional ,Surabaya, 1995.
hal.15
Universitas Sumatera Utara
36
pada awalnya berkembang sekitar abad ke- 12, sebagian besar dalam bentuk
kompilasi-kompilasi hukum laut.
Dinas konsuler yang terorganisasi secara sistematis dianggap penting untuk
didirikan oleh negara-negara Eropa pada abad ke-13 dengan harapan agar dinas
tersebut dapat melindungi warga negara asal pejabat konsuler yang berada di luar
negeri. Konsul bukan lagi diangkat oleh para pendatang asing di antara mereka
sendiri,melainkan diutus oleh negara masing-masing.
Raja Richard III pada tahun 1485, mengangkat seorang konsul di Florence
yang merupakan Konsulat Kerajaan pertama. Oleh karena itu, semua warga
Inggris yang berada di Florence tunduk pada hukum Inggris dan memiliki
peradilan yang dijalankan oleh konsulat tersebut.34 Sementara itu di dalam
berbagai catatan sejarah, selain di Eropa Barat dan Asia Barat, lembaga-lembaga
kekonsuleran juga didirikan di wilayah Asia Timur. Dalam penelitian Resink, di
Indonesia juga telah ada Lembaga Syahbandar yang keberadaannya dapat
disejajarkan dengan lembaga kekonsuleran di Eropa.35
Peranan lembaga konsuler sedikit mengalami kemunduran pada sekitar abad
ke-17. Beberapa hal yang menjadi penyebabnya antara lain karena
berkembangnya sistem perwakilan diplomatik dan fungsi konsul di bidang hukum
yang meliputi bidang sipil dan pidana sudah tidak sesuai lagi dengan kedaulatan
teritorial negara penerima. Perubahan signifikan terhadap kekuasaan konsul ini
34 M.Sanwani Nasution,Pengantar ke Hukum Internasional dalam Hubungan Diplomatik ,
Fakultas Hukum USU, Medan,1989, hal.12
35 Widodo,op.cit.,hal.186
Universitas Sumatera Utara
37
mencapai puncaknya dengan dikeluarkannya sekumpulan peraturan menyangkut
konsuler yaitu Ordonnance de la Marine,Colbert pada tahun 1681.36
Peranan lembaga konsul kembali berkembang pada abad ke-18.
Perkembangan lembaga konsul ini sejalan dengan perdagangan internasional yang
juga berkembang dengan pesatnya. Berbagai perubahan berkaitan dengan hal-hal
yang diperlukan dalam fungsi konsuler telah membuat eksistensi lembaga
konsuler kembali menonjol. Lembaga Konsuler resmi pertama dibuka di Perancis
pada akhir abad ke-18, yang kemudian disusul oleh negara-negara lainnya.
Perkembangan perwakilan konsuler, untuk selanjutnya terus mengalami
perkembangan yang pesat bersamaan dengan perwakilan diplomatik untuk
mengurus berbagai kegiatan perdagangan, transportasi dan warga negara
mereka.37
Selanjutnya karena semakin signifikannya peran lembaga konsuler pada
abad ke-19 dan ke-20 terutama dalam berbagai kegiatan perdagangan dan urusan
masalah warga negara asing di berbagai negara, maka diperlukan suatu
pengaturan yang terkodifikasi menyangkut pelaksanaan hubungan konsuler oleh
lembaga konsul terutama kekebalan,hak istimewa dan status para konsul. Hal ini
kemudian menjadi titik awal lahirnya suatu pengaturan tentang hubungan konsuler
yang menjadi acuan bagi negara-negara dalam melakukan hubungan konsuler
mereka satu sama lain.
36 http://untreaty.un.org/cod/avl/ha/vccr/vccr.html diakses tanggal 10 April 2013
37 Boer Mauna,op.cit,hal.573
Universitas Sumatera Utara
38
Beberapa usaha persiapan dalam pengkodifikasian aturan-aturan
internasional tentang konsuler, antara lain mengadopsi perjanjian-perjanjian
yang bersifat regional, misalnya dalam Konferensi Negara-negara Amerika di
Havana,Kuba pada tahun 1928 yang menghasilkan Convention on Consular
Agents (Konvensi mengenai Pejabat Konsuler). Setelah itu, meskipun dirasakan
perlu adanya pengaturan konsuler melalui instrumen internasional, belum ada
usaha yang cukup menyangkut hal tersebut dan dibiarkan tertunda hingga hampir
20 tahun kemudian.
2. Lahirnya Konvensi Wina 1963
Pada 1949 Komisi Hukum Internasional memutuskan untuk menyertakan
masalah hubungan konsuler dan kekebalan sebagai bagian dari rencana kodifikasi
yang akan datang.
Pembahasan masalah tersebut dalam Komisi Hukum Internasional dimulai
sejak tahun 1955,tepatnya pada pertemuan ketujuh yang diadakan di
Jenewa,Swiss pada tanggal 2 Mei-8 Juli 1955. Dimana pada saat itu Komisi
Hukum Internasional mengangkat seorang Rapporteur khusus bernama Mr.
Jaroslav Zourek untuk meninjau masalah tersebut dan membuat rancangan
peraturan yang berdasarkan jus cogens,hukum internasional maupun hukum
nasional.
Selanjutnya rancangan peraturan tersebut dibagi ke dalam empat bagian
berupa; hubungan konsuler dan kekebalan, hak-hak istimewa konsuler, status
hukum konsul-konsul kehormatan beserta hak-hak istimewa dan kekebalannya,
Universitas Sumatera Utara
39
dan ketentuan umum. Rancangan peraturan tersebut juga dilengkapi dengan
komentar-komentar dan kemudian diserahkan ke negara-negara anggota untuk
dilakukan observasi dalam beberapa tahap negosiasi.
Pada pertemuan ke-12 yang diadakan pada 25 April-1 July 1960, Komisi
menetapkan bahwa pasal-pasal yang menyangkut konsul karir juga berlaku bagi
konsul kehormatan.38 Rencana terakhir konvensi mengenai Hubungan Konsuler
telah dimajukan kepada Majelis Umum PBB dalam tahun 1961. Melalui Resolusi
1685 (XVI),Majelis Umum PBB telah menyetujui rancangan yang diusulkan dan
memutuskan untuk menyelenggarakan konferensi pada Maret 1963.
Konferensi PBB mengenai Hubungan Konsuler diselenggarakan di Wina,
Austria mulai tanggal 4 Maret hingga 22 April 1963 yang dihadiri oleh wakil dari
95 negara. Setelah melalui pertimbangan matang, pada 18 April 1963 konferensi
telah menyetujui rancangan terakhir Konvensi mengenai Hubungan Konsuler
termasuk kedua Protokol Pilihan sebagaimana juga terjadi pada Konvensi Wina
mengenai Hubungan Diplomatik. Perumusan Konvensi yang telah dilakukan
secara teliti dan rinci ini bahkan dianggap lebih panjang dibandingkan Konvensi
Wina 1961. Akta finalnya ditandatangani pada 24 Aril 1963 dan dinyatakan
berlaku efektif pada tanggal 19 Maret 1967. Selanjutnya ada 117 negara yang
telah meratifikasi dan aksesi, 40 di antaranya telah menjadi pihak dalam Protokol
Pilihan tentang Kewajiban untuk Menyelesaikan Sengketa.39
38 http://untreaty.un.org/cod/avl/ha/vccr/vccr.html
39 Sumaryo Suryokusumo, Hukum Diplomatik Teori dan Kasus, P.T. Alumni, Bandung,
2005, hal.17
Universitas Sumatera Utara
40
Indonesia telah meratifikasi Konvensi tersebut dengan Undang-Undang No.
1 Tahun 1982 pada tanggal 25 Januari 1982.
Konvensi Wina 1963 mengenai Hubungan Konsuler memiliki 79 pasal dan
digolongkan ke dalam lima bab. Bab Pertama mulai dari pasal 2 hingga pasal 27
merupakan cara-cara mengadakan hubungan konsuler beserta tugas-tugas konsul.
Mengenai kekebalan dan keistimewaan konsuler diatur di dalam Bab Kedua
(Pasal 28-57). Lembaga Konsul Kehormatan mendapatkan pengaturannya sendiri
dalam Bab Ketiga (Pasal 58-67) termasuk mengenai kantor, kekebalan dan
keistimewaannya. Bab Keempat (Pasal 69-73) berisi ketentuan-ketentuan umum
misalnya mengenai pelaksanaan tugas-tugas konsuler oleh perwakilan diplomatik,
hubungan konvensi ini dengan persetujuan internasional lainnya dan sebagainya.
Bab kelima adalah mengenai ketentuan-ketentuan final seperti penandatangan,
ratifikasi dan aksesi, mulai berlakunya, dan lain-lain.
B. Pembukaan Hubungan Konsuler
Mengenai pembukaan hubungan konsuler yang hendak dilakukan
antarnegara,Konvensi Wina 1963 mengaturnya dalam Pasal 2 yaitu sebagai
berikut:
1) The establishment of consular relations between States takes place by
mutual consent.
2) The consent given to the establishment of diplomatic relations between two
States implies, unless otherwise stated, consent to the establishment of
consular relations.
3) The severance of diplomatic relations shall not ipso facto involve the
severance of consular relations.
Universitas Sumatera Utara
41
Dengan demikian dapat diketahui hal yang paling utama dalam pembukaan
hubungan konsuler yaitu adanya mutual consent atau kesepakatan bersama antara
negara-negara yang bersangkutan (Pasal 2 ayat (1)). Tidak berbeda dengan
pembukaan hubungan diplomatik yang juga mengharuskan adanya kesepakatan
bersama antarnegara. Kesepakatan bersama antarnegara ini dapat juga berarti
pelaksanaan hubungan konsuler antara negara-negara yang bersangkutan berlaku
secara timbal balik. Biasanya kesepakatan bersama ini tertuang dalam bentuk joint
communike (komunike bersama).
Dalam Pasal 2 ayat (2) di atas menyatakan bahwa persetujuan yang
diberikan terhadap pembukaan hubungan diplomatik antara kedua negara yang
bersangkutan berlaku juga terhadap pembukaan hubungan konsuler,kecuali
dinyatakan lain. Hal ini berarti, apabila kedua negara telah membuka hubungan
diplomatik sebelumnya maka sudah termasuk juga pembukaan hubungan
konsuler. Kecuali ada pernyataan oleh negara-negara yang bersangkutan bahwa
kesepakatan bersama dalam pembukaan hubungan diplomatik tidak termasuk
untuk pembukaan hubungan konsuler.
Pemutusan hubungan diplomatik tidak berakibat ipso facto40 terhadap
pemutusan hubungan konsuler (Pasal 2 ayat(3)). Maksudnya yaitu apabila terjadi
pemutusan hubungan diplomatik antarnegara yang bersangkutan, tidak
menyebabkan putusnya hubungan konsuler antar kedua negara tersebut.
40 Ipso facto dapat diartikan sebagai “berpengaruh langsung” atau “meghasilkan efek
langsung” terhadap suatu tindakan yang telah dilakukan sebelumnya. Sumber:
http://en.wikipedia.org/wiki/Ipso_facto diakses pada 25 Juli 2013.
Universitas Sumatera Utara
42
Gerharld von Glahn menambahkan satu persyaratan utama selain
kesepakatan bersama dalam menjalin hubungan konsuler antarnegara, yaitu
diperlukan juga adanya persetujuan antara negara penerima dengan negara
pengirim untuk melaksanakan hubungan konsuler berdasarkan prinsip-prinsip
hukum internasional yang berlaku.41
Setelah hubungan konsuler terjalin antar kedua negara, maka hal yang harus
diperhatikan selanjutnya yaitu mengenai pembukaan kantor konsuler di wilayah
negara penerima. Perlu diketahui bahwa perwakilan konsuler dapat didirikan di
wilayah yang tidak berdaulat atau di wilayah yang belum diakui.42 Misalnya
negara-negara yang belum mempunyai pemerintahan sendiri atau yang berada di
bawah kedaulatan asing.
Apabila dalam pembukaan hubungan konsuler antarnegara diperlukan
adanya kesepakatan bersama (mutual consent) antara negara-negara yang
bersangkutan, maka begitu juga dengan pembukaan kantor konsuler di wilayah
negara penerima yang memerlukan adanya persetujuan dari negara tersebut
(State’s consent). Dari sini kita dapat melihat bahwa kesepakatan bersama dalam
pembukaan hubungan konsuler berbeda dan tidak termasuk dengan persetujuan
negara penerima dalam hal pembukaan kantor konsuler.Pasal 4 ayat 1 Konvensi
Wina 1963 menyatakan sebagai berikut; “A consular post may be established in
the territory of the receiving State only with that State’s consent.”
41 Gerhard von Glahn,op.cit.hal.235
42Mohd. Burhan Tsani, Hukum dan Hubungan Internasional , Liberty, Yogyakarta, 1990,
hal.92.
Universitas Sumatera Utara
43
Hal ini berarti dalam pembukaan kantor konsuler, suatu negara (negara
pengirim) yang hendak membuka perwakilan konsulernya di negara lain (negara
penerima) memerlukan adanya persetujuan tersendiri dari negara yang menjadi
negara penerima.
Mengenai masalah kedudukan kantor konsuler, tingkatan dan wilayah
kerjanya harus dilaksanakan oleh negara pengirim dan harus tunduk pada
ketentuan dan persetujuan negara penerima. Pasal 4 ayat (2) dengan tegas
menyatakan sebagai berikut; “The seat of the consular post, its classification and
the consular district shall be established by the sending State and shall be subject
to the approval of the receiving State.”
Sampai saat ini belum ada pedoman baku menyangkut persoalan-persoalan
aturan teknis misalnya seperti pengangkatan kepala kantor konsuler dan siapa
yang berhak mengangkatnya. Hal-hal tersebut banyak ditentukan oleh hukum
nasional masing-masing negara.
Di Indonesia sendiri dalam hal membuka hubungan konsuler dengan negara
lain, ditetapkan oleh presiden dengan memperhatikan pertimbangan Dewan
Perwakilan Rakyat. Sedangkan pembukaan kantor konsuler di negara lain
ditetapkan dengan keputusan presiden. Keduanya terdapat dalam Pasal 9 ayat (1)
dan ayat (2) Undang-Undang No.37 Tahun 1999 tentang Hubungan Luar Negeri
yang bunyinya;
1) Pembukaan dan pemutusan hubungan diplomatik atau konsuler dengan
negara lain serta masuk ke dalam atau keluar dari keanggotaan organisasi
internasional ditetapkan oleh Presiden dengan memperhatikan pendapat
Dewan Perwakilan Rakyat.
Universitas Sumatera Utara
44
2) Pembukaan dan penutupan kantor perwakilan diplomatik atau konsuler di
negara lain atau kantor perwakilan pada organisasi internasional
ditetapkan dengan Keputusan Presiden.
Pembukaan kantor konsuler di Indonesia memiliki mekanisme sebagai
berikut :
1. Persetujuan negara penerima (RI) dapat berupa nota atau nota diplomatik,
apabila nota pemberitahuan tentang pembukaan perwakilan konsuler
ditandatangani oleh kepala negara atau menteri luar negeri negara
pengirim (asing) maka nota persetujuan yang disampaikan sebaga
jawabannya ditandatangani oleh Kepala Negara RI atau didelegasikan
pada Menteri Luar Negeri RI. Apabila antara negara pengirim dengan
negara RI (penerima) telah menjalin hubungan diplomatik, tetapi secara
tegas disebutkan bahwa pembukaan perwakilan diplomatik tidak termasuk
pembukaan kantor konsuler, maka persetujuan antara negara penerima
dengan pengirim tentang pembukaan perwakilan konsuler tersebut dapat
pula hanya ditandatangani oleh kepala perwakilan diplomatik negara
pengirim yang ada di Jakarta. Jika demikian jawaban atas permohonan
akan disampaikan oleh Direktorat Jenderal Protokol dan Konsuler atas
nama Menteri Luar Negeri RI.
2. Nota diplomatik dari negara pengirim perwakilan konsuler tersebut harus
berisi tentang ; keinginan negara tersebut untuk membuka perwakilan
konsuler di wilayah RI disertai dengan dasar alasannya, rencana tempat
kedudukan kantor konsuler, bentuk/tingkat perwakilan yang akan dibuka.
Universitas Sumatera Utara
45
3. Prosedur penyampaian permohonan dan jawaban nota diplomatik atau nota
di Indonesia dalam rangka pembukaan perwakilan konsuler adalah:
(a) Nota diplomatik diajukan ke Deplu RI u.p. (c.q) Direktorat Fasilitas
Diplomatik (Ditfasdip), dari bagian ini dilanjutkan ke bagian-bagian
lain dalam Deplu misalnya Dirjen Politik dan Dirjen Sosial Budaya dan
Penerangan, selanjutnya nota tersebut dibahas pihak-pihak yang terkait.
(b)Nota dari Dirjen Hubungan Sosial Budaya dan Penerangan diteruskan
pada instansi terkait misalnya Mabes TNI, dan BIN untuk dibahas
olehnya dari segi politik da keamanan yang berkaitan erat dengan
rencana pembukaan kantor konsuler tersebut.
(c) Apabila permohonan tersebut dianggap sangat penting dan
mendesak,maka secara khusus Deplu RI akan mengadakan rapat
koordinasi untuk segera membahasnya.
(d)Instansi-instansi yang terkait dan diserahi nota tersebut setelah
melakukan pembahasan akan segera membuat jawaban yang berisi
pendapat dan saran serta kesimpulantentang diterima atau ditolaknya
permohonan tersebut ditelaah dari sisi polotik dan keamanan RI.
Berdasar jawaban inilah Dirjen Hubungan Sosial Budaya dan
Penerangan serta Dirjen Politik Departemen Luar Negeri RI membuat
nota diplomatik yang merupakan jawaban atas permohonan tersebut
kepada Direktorat Fasilitas Diplomatik. Berpola pada beberapa langkah
Universitas Sumatera Utara
46
yang harus dilewati tersebut baru nota diplomatik yang berisi tentang
diterima atau ditolaknya permohonan dapat diterbitkan.43
C. Klasifikasi Pejabat Konsuler Menurut Konvensi Wina 1963
Pejabat Konsuler dibagi ke dalam dua kategori sebagaimana terdapat dalam
Pasal 1 ayat (2) Konvensi Wina 1963,yaitu sebagai berikut:
“Consular officers are of two categories, namely career consular officers and
honorary consular officers. The provisions of Chapter II of the present
Convention apply to consular posts headed by career consular officers, the
provisions of Chapter III govern consular posts headed by honorary consular
officers.”
Dengan menelaah kutipan pasal di atas, dapat dipahami Konvensi Wina
1963 membagi pejabat konsuler ke dalam dua kategori yaitu Pejabat Konsuler
Karir dan Pejabat Konsuler Kehormatan. Selain itu ketentuan peraturan yang
berlaku mengenai kekebalan dan hak-hak istimewa bagi keduanya ditempatkan
dalam chapter yang berbeda dalam konvensi ini, dimana ketentuan mengenai
kantor konsuler yang dikepalai Pejabat Konsuler Karir terdapat dalam Chapter II
konvensi, sedangkan mengenai kantor konsuler yang dikepalai Pejabat Konsul
Kehormatan ketentuannya terdapat di Chapter III konvensi. Meskipun begitu ada
beberapa ketentuan yang berlaku bagi Pejabat Konsul Karir,berlaku juga bagi
Pejabat Konsul Kehormatan.
Konvensi Wina 1963 tidak memberikan definisi atau batasan yang jelas
mengenai Pejabat Konsul Karir maupun Pejabat Konsul Kehormatan,serta
perbedaan di antara keduanya. Perlu diketahui bahwa Pejabat Konsul Karir dan
43 Masyur Effendi,Hukum Konsuler Hukum Diplomatik serta Hak dan Kewajiban Wakil -
Wakil Organisasi Internasional/Negara,IKIP Malang,Malang,1994 hal.27-28
Universitas Sumatera Utara
47
Pejabat Konsul Kehormatan keduanya memiliki status hukum yang berbeda
menyangkut masalah kekebalan dan hak-hak istimewa.
Penggunaan istilah Konsul Kehormatan (honorary consul) tidak memiliki
pengertian yang sama menurut hukum di setiap negara. Dalam beberapa kasus,
terdapat standar yang menentukan bahwa pejabat yang bersangkutan dalam
melakukan tugas konsulernya tidak menerima bayaran. Namun ada juga hukum
lainnya, yang secara jelas mengakui bahwa Konsul Karir juga memiliki
kemungkinan dibayar ataupun tidak dibayar,dan yang menjadi dasar perbedaan
antara Konsul Karir dengan Konsul Kehormatan adalah fakta bahwa Konsul Karir
merupakan pejabat yang dikirim ke luar negeri sementara Konsul kehormatan
adalah pejabat yang diangkat dari penduduk lokal negara di mana pos konsuler
itu ditempatkan (negara asing).
Menurut beberapa batasan yang terdapat dalam peraturan-peraturan lainnya
mengenai konsuler, istilah Konsul Kehormatan merupakan seorang wakil yang
bukan merupakan warga negara dari negara pengirim.Wakil ini disamping
melaksanakan tugas-tugas resminya, juga berwenang untuk melakukan pekerjaan
lain yang menguntungkan bagi dirinya,tidak masalah apakah ia benar-benar
melakukan pekerjaan lain itu atau tidak.
Dalam hal pemberian kekebalan konsuler, beberapa negara menganggap
konsul kehormatan sebagai perwakilan yang memiliki kewarganegaraan
apapun,dan disamping melaksanakan fungsi kekonsulerannya juga memiliki
pekerjaan atau profesi yang menguntungkan dirinya. Selanjutnya,banyak negara
Universitas Sumatera Utara
48
menganggap konsul-konsul yang bukan merupakan konsul karir sebagai konsul
kehormatan.44
Dapat disimpulkan,beberapa perbedaan yang prinsip antara Pejabat Konsul
Karir dengan Pejabat Konsul Kehormatan,antara lain:
1. Pejabat Konsul Karir menerima gaji dan pensiun, sedangkan Pejabat
Konsul Kehormatan tidak menerima gaji namun dalam beberapa praktik,
menerima hak-hak honorarium yang merupakan imbalan jasa dari tugastugas
yang telah dilaksanakannya (hak conselary).
2. Pejabat Konsul Karir diangkat dari warga negara sendiri, sedangkan
Pejabat Konsul Kehormatan tidak perlu dari warga negaranya sendiri,
dapat saja seorang pengusaha sukses dari negara di mana pos konsuler itu
ditempatkan.
3. Pejabat Konsul Karir merupakan pegawai tetap dari departemen luar
negeri negara pengirim,sedangkan Pejabat Konsul Kehormatan bisa saja
diangkat dari warga negara penerima.
4. Pejabat Konsul Karir membayar pajak di negara pengirimnya dan tidak
diperkenankan mengerjaka tugas lain,sedangkan Pejabat Konsul
Kehormatan membayar pajak di negaranya sendiri dan boleh merangkap
jabatan lain.
5. Kekebalan dan keistimewaan yang diberikan kepada Pejabat Konsul
Karir beserta anggota-anggota keluarganya,tidak diberikan kepada
anggota-anggota keluarga dari Pejabat Konsul Kehormatan.
44 Draft Articles on Consular Relations, with commentaries 1961, Copyright United
Nations ,2005 hal.34
Universitas Sumatera Utara
49
6. Pertukaran dan atau pengiriman kantong-kantong konsuler (consuler
bags) antara dua pos konsuler yang dipimpin oleh pejabat-pejabat Konsul
Kehormatan di negara yang berbeda45,tidak diperkenankan dibuka tanpa
persetujuan dari kedua negara penerima yang bersangkutan.46
D. Pengangkatan Konsul Kehormatan
Suatu negara dapat mengangkat seorang warga negara asing untuk
mengepalai suatu kantor konsulatnya. Warga negara asing yang diangkat biasanya
adalah seorang usahawan setempat, di mana kantor konsulat dibuka, yang
memiliki hubungan baik dan pengalaman yang erat dengan negara yang
mengangkatnya. Warga negara asing setempat yang mengepalai kantor konsulat
suatu negara itulah yang disebut Konsul Kehormatan (honorary consul).
Dalam Konvensi Wina 1963 tidak terdapat perbedaan dalam pengaturan
mengenai pengangkatan kepala-kepala kantor konsuler,baik bagi yang dikepalai
oleh Konsul Karir maupun yang dikepalai oleh Konsul Kehormatan. Pasal 10
konvensi menyatakan sebagai berikut :
1) Heads of consular posts are appointed by the sending State and are
admitted to the exercise of their functions by the receiving State.
2) Subject to the provisions of the present Convention, the formalities for the
appointment and for the admission of the head of a consular post are
determined by the laws, regulations and usages of the sending State and of
the receiving State respectively.
45 Pasal 58 ayat (4) Konvensi Wina 1963
46 Syahmin,A.K,Hukum Diplomatik Dalam Kerangka Studi Analisis,PT RajaGrafindo
Persada, Jakarta, 2008,hal. 178-179
Universitas Sumatera Utara
50
Kepala-kepala kantor konsuler diangkat oleh negara pengirim dan diakui
oleh negara penerima untuk melaksanakan fungsi-fungsi konsulernya (Pasal 10
ayat (1)). Dengan tetap tunduk kepada ketentuan-ketentuan konvensi ini,
formalitas dalam pengangkatan dan pengakuan kepala kantor konsuler ditentukan
oleh hukum, peraturan-peraturan dan kebiasaan-kebiasaan masing-masing di
negara pengirim dan negara penerima ( Pasal 10 ayat (2)).
Hal-hal formalitas dalam pengangkatan dan pengakuan kepala kantor
konsuler ini berkaitan dengan antara lain; siapa pejabat di negara pengirim yang
berwenang mengangkat kepala kantor konsuler dan siapa pejabat di negara
penerima yang berwenang memberikan pengakuan kepada kepala kantor konsuler
untuk melaksanakan fungsinya. Selain itu prosedur pengangkatan dan pengakuan
kepala kantor konsuler juga termasuk dalam formalitas yang ditentukan oleh
negara pengirim dan penerima. Meskipun begitu, ketentuan yang berkaitan
dengan pengangkatan dan pengakuan kepala kantor konsuler ini harus diterapkan
secara seragam tanpa diskriminasi antara negara satu dengan yang lain. Misalnya
pada negara A pejabat yang berwenang memberi eksekuatur kepala perwakilan
konsuler setingkat konsulat Jenderal dari negara B adalah presiden dengan
prosedur baku sebagaimana ditentukan negara A, maka ketentuan tersebut harus
diterapkan konsisten pada pemberian eksekuatur kepala perwakilan konsuler yang
tingkatannya sama dengan negara B yang berasal dari negara C,negara D,atau
negara E.47
47 Widodo,op.cit,hal.199.
Universitas Sumatera Utara
51
Kepala kantor konsuler yang diangkat oleh negara pengirim harus disertai
dengan suatu dokumen dalam bentuk komisi (comission). Sebutan lainnya untuk
dokumen ini, selain komisi konsuler, dalam bahasa Perancis disebut sebagai lettre
de provision, lettre patente,commission consulaire, atau Surat Tauliah48.
Mengenai dokumen yang menyertai pengangkatan kepala kantor konsuler ini
terdapat dalam Pasal 11 Konvensi Wina 1963 sebagai berikut.
1) The head of a consular post shall be provided by the sending State with a
document, in the form of a commission or similar instrument, made out for
each appointment, certifying his capacity and showing, as a general rule,
his full name, his category and class, the consular district and the seat of
the consular post.
2) The sending State shall transmit the commission or similar instrument
through the diplomatic or other appropriate channel to the Government of
the State in whose territory the head of a consular post is to exercise his
functions.
3) If the receiving State agrees, the sending State may, instead of a
commission or similar instrument, send to the receiving State a
notification containing the particulars required by paragraph 1 of this
article.
Pada Pasal 11 ayat (1) di atas dapat diketahui selain dalam bentuk surat
komisi konsuler,dokumen yang menyertai pengangkatan kepala kantor konsuler
juga dapat berupa instrumen lain yang dapat dipersamakan dengan surat komisi
tersebut. Surat tersebut dibuat oleh negara pengirim pada setiap kali terjadi
pengangkatan kepala kantor konsuler. Surat komisi konsuler berisi tentang nama
lengkap kepala kantor konsuler,wilayah kerja dari kantor konsuler yang
dikepalainya,klasifikasi konsulernya serta tempat kedudukan dari kantor konsuler
yang dikepalainya.
48 Istilah Surat Tauliah terdapat dalam Undang-Undang No.37 Tahun 1999 tentang
Hubungan Luar Negeri
Universitas Sumatera Utara
52
Pengiriman dokumen pengangkatan kepala kantor konsuler oleh negara
pengirim ke negara penerima,dilakukan melalui saluran diplomatik (apabila antara
negara pengirim dan penerima perwakilan konsuler telah menjalin hubungan
diplomatik. Apabila hal tersebut tidak memungkinkan atau antara kedua negara
belum menjalin hubungan diplomatik, maka pengiriman dokumen-dokumen
tersebut dapat dilakukan melalui saluran lain yang pantas dan disepakati oleh
kedua negara (Pasal 11 ayat (2)) .
Selain surat komisi atau instrumen lain yang dapat dipersamakan, apabila
negara penerima setuju, negara pengirim boleh mengirimkan suatu pemberitahuan
atau notifikasi kepada negara penerima berisi hal-hal tertentu yang diperlukan
seperti yang disebutkan ayat (1) pasal ini,yaitu nama lengkap,klasifikasi
konsuler,serta wilayah dan kedudukan konsuler (Pasal 11 ayat (3)).
Apabila dalam pengangkatan kepala kantor konsuler harus dilengkapi
dengan suatu dokumen ataupun pemberitahuan oleh negara pengirim, maka dalam
hal pemberian pengakuan kepada kepala kantor konsuler tersebut oleh negara
penerima dikeluarkanlah suatu eksekuatur (exequatur). Eksekuatur ini merupakan
persetujuan atau kesepakatan yang diberikan oleh negara penerima perwakilan
konsuler atas seorang calon kepala perwakilan konsuler dari negara pengirim,
untuk menerima pengangkatannya sehingga kepala kantor konsuler tersebut dapat
mulai melaksanakan tugas-tugasnya setelah ia memperoleh eksekuatur tersebut.
Berikut terdapat dalam Pasal 12 Konvensi Wina 1963.
1) The head of a consular post is admitted to the exercise of his functions by
an authorization from the receiving State termed an exequatur, whatever
the form of this authorization.
Universitas Sumatera Utara
53
2) A State which refused to grant an exequatur is not obliged to give to the
sending State reasons for such refusal.
3) Subject to the provisions of articles 13 and 15, the head of a consular post
shall not enter upon his duties until he has received an exequatur.
Suatu negara yang menolak untuk mengeluarkan eksekuatur tidak memiliki
kewajiban untuk memberitahukan alasan penolakan pemberian eksekuatur
tersebut kepada negara pengirim (Pasal 12 ayat (2)).Apabila seorang kepala
kantor konsuler belum menerima eksekuatur,ia tidak diperkenankan untuk
melaksanakan tugas-tugas kekonsulerannya,hal ini ditegaskan dalam Pasal 12 ayat
(3). Namun di dalam Konvensi Wina 1963 juga dikenal istilah pengakuan
sementara atau ‘provisional admission’ ataupun eksekuatur sementara. Apabila
terjadi penundaan dalam pengeluaran eksekuatur, kepala kantor konsuler
diberikan pengakuan sementara agar tetap dapat melaksanakan fungsi
konsulernya. Meskipun sifatnya sementara, namun apabila pengakuan atau
eksekuatur tersebut telah diberikan oleh negara penerima, seluruh ketentuan
Konvensi Wina 1963 atau ketentuan-ketentuan lain yang terkait dengan hubungan
konsuler sudah dianggap berlaku sebagaimana mestinya. Pengakuan sementara ini
diatur dalam Pasal 13 konvensi;“Pending delivery of the exequatur, the head of a
consular post may be admitted on a provisional basis to the exercise of his
functions. In that case, the provisions of the present Convention shall apply.”
Selanjutnya Pasal 14 Konvensi Wina 1963 menyatakan sebagai berikut;
“As soon as the head of a consular post is admitted even provisionally to the
exercise of his functions, the receiving State shall immediately notify the
competent authorities of the consular district. It shall also ensure that the
necessary measures are taken to enable the head of a consular post to carry out
Universitas Sumatera Utara
54
the duties of his office and to have the benefit of the provisions of the present
Convention.”
Bahwa segera setelah kepala kantor konsuler memperoleh pengakuan untuk
melaksanakan fungsi-fungsinya bahkan pengakuan yang bersifat sementara
sekalipun, negara penerima harus secepatnya memberitahukan tentang hal tersebut
kepada pihak berkuasa yang berwenang (maksudnya pemerintah daerah) di daerah
konsuler terkait. Harus dipastikan bahwa tindakan-tindakan yang penting harus
dilakukan agar memudahkan kepala kantor konsuler menjalankan tugas-tugas
kekonsulerannya.
E. Ruang Lingkup Hubungan Konsuler oleh Konsul Kehormatan Jerman di
Medan
1. Pembukaan Konsulat Kehormatan Jerman di Medan
Indonesia dan Republik Federal Jerman (Jerman Barat) telah resmi menjalin
hubungan diplomatik sejak tahun 1952 dengan diresmikannya Kantor Perwakilan
Tetap di Bonn (ibukota Jerman Barat saat itu) dan sebuah Konsulat juga
diresmikan pada tahun yang sama. Dilanjutkan dengan peresmian Kedutaan Besar
Republik Indonesia di Bonn pada tahun 1954. Tahun 1973 Indonesia juga
mendirikan sebuah Kantor Perwakilan Tetap untuk Republik Demokrat Jerman
(Jerman Timur) di Berlin bagian timur, yang kemudian ditingkatkan menjadi
sebuah Kedutaan pada tahun 1976.49
49 http://kemlu.go.id/berlin/Pages/AboutUs.aspx?IDP=5&l=id diakses pada tanggal 18
April 2013.
Universitas Sumatera Utara
55
Akibat kekalahannya dalam Perang Dunia II, pada 1945 wilayah Jerman
terbagi menjadi dua wilayah. Wilayah Jerman Barat yang diduduki dan dikontrol
oleh Perancis,Amerika Serikat, dan Inggris sementara wilayah Jerman Timur
merupakan zona kedudukan Uni Soviet. Pada pertengahan tahun 1980-an
Penyatuan kembali Jerman oleh rakyat Jerman Barat dan Timur secara luas
dianggap sebagai suatu cita-cita atau harapan tinggi tak terhingga yang sulit
dicapai. Namun harapan untuk Penyatuan kembali Jerman tiba-tiba muncul
kembali dengan reformasi politik yang digelindingkan oleh pemimpin Soviet
Mikhail Gorbachev di tahun 1985. Setelah ini angin perubahan mulai berhembus
di Blok Timur, dan memunculkan harapan baru di dalam Jerman Timur.
Pada bulan Agustus 1989, pemerintahan reformis Hongaria menghilangkan
peraturan ketat di perbatasannya dengan Austria dan pada September lebih dari
13.000 warga Jerman Timur bisa melarikan diri ke Jerman Barat melalui
Hongaria. Hal ini memicu jatuhnya kabinet Jerman Timur yang disusul dengan
diruntuhkannya Tembok Berlin yang merupakan pemisah antara Jerman Barat
dan Jerman Timur. Negara Jerman secara resmi dipersatukan kembali pada
tanggal 3 Oktober 1990 ketika enam negara bagian Jerman Timur (Bundesländer);
Brandenburg, Mecklenburg-Vorpommern, Sachsen, Sachsen-Anhalt, Thüringen,
dan Berlin bersatu secara resmi bergabung dengan Republik Federal Jerman
(Jerman Barat). 50
Pemerintah Indonesia termasuk di dalam negara yang menyokong penuh
proses penyatuan kembali Jerman pada tahun 1990. Yang berdampak pada
50 http://id.wikipedia.org/wiki/Penyatuan_kembali_Jerman
Universitas Sumatera Utara
56
penyesuaian kedua KBRI (Jerman Timur dan Barat) mengikuti perkembangan
terkini. Berdasarkan Dekrit Presiden No. 2 tahun 1991 tertanggal 17 Januari 1991
maka KBRI di Berlin Timur dan Konsulat di Berlin Barat ditutup. Selanjutnya
Perwakilan Indonesia di Berlin menjadi Konsulat Jenderal RI. Pada tahun 1999
Kedutaan Besar Republik Indonesia yang berkedudukan di Bonn pindah ke ke
Berlin. Konsulat Jenderal RI yang berkedudukan di Berlin ditutup dan untuk
selanjutnya pindah ke kota Frankfurt am Main.
Saat ini perwakilan Indonesia di Jerman terdiri dari sebuah KBRI yang
terletak di Berlin,dua Konsulat Jenderal yang berada di Frankfurt dan
Hamburg,dan enam Konsulat Kehormatan yang masing-masing terletak di
Bremen, Düesseldorf,Hannover,Kiel, München ,dan Baden-Baden.51
Sedangkan Republik Federal Jerman (Jerman Barat) juga telah membuka
Kedutaan Besar Republik Federal Jerman di Jakarta pada tahun 1952. Pada saat
ini perwakilan Jerman di Indonesia selain Kedutaan Besar yang terletak di Jakarta
juga terdapat tiga Konsulat Kehormatan Jerman yang masing-masing terletak di
Surabaya, Denpasar,dan Medan.52
Konsulat Kehormatan Jerman di Medan dibuka pada tanggal 16 Desember
2010. Saat ini Konsulat Kehormatan Jerman di Medan dikepalai oleh seorang
warga negara Indonesia yang diangkat oleh Republik Federal Jerman sebagai
Pejabat Konsul Kehormatan, yaitu Liliek Darmadi,Dipl.Ing.MM.
51 http://www.kemlu.go.id/Pages/MissionDisplay.aspx?IDP=104&l=id diakses tanggal 18
April 2013
52http://www.jakarta.diplo.de/Vertretung/jakarta/id/03_20Botschaft/Oeffnungszeiten/Oeffn
ungszeiten__andere__Vertretung.html diakses tanggal 18 April 2013.
Universitas Sumatera Utara
57
Jerman membuka kantor Konsulat Kehormatan di Medan karena adanya
kebutuhan akan kantor konsulat yang signifikan, untuk menangani urusan-urusan
kekonsuleran Jerman di Medan dan wilayah-wilayah yang termasuk
yurisdiksinya. Namun untuk membuka suatu konsulat yang dikepalai oleh Pejabat
Konsul Karir dianggap kurang efisien dan membutuhkan terlalu banyak biaya,
karena untuk menjalankan fungsinya Pejabat Konsul Karir mempunyai beberapa
pegawai pelaksana, staf administrasi, staf teknis dan staf-staf pelayan lainnya.
Selain itu Pejabat Konsul Karir adalah warga negara pengirim yang berarti
merupakan warga negara Jerman,sudah tentu mengenai tempat tinggal dan
keperluannya yang lain selama bertugas ditanggung oleh pemerintah Jerman
sendiri.
Sedangkan Pejabat Konsul Kehormatan,selain tidak menerima gaji, dalam
menjalankan tugasnya tidak memerlukan banyak pegawai dan staf,bisa bekerja
sendiri ataupun hanya mengangkat satu atau dua staf saja.Pejabat Konsul
Kehormatan biasanya adalah warga negara setempat dari negara penerima di
mana Konsulat dibuka,sehingga pemerintah Jerman tidak perlu menanggung
masalah tempat tinggalnya.53
Dalam subbab sebelumnya mengenai pembukaan hubungan konsuler,
menurut Pasal 2 ayat (2) Konvensi Wina 1963 bahwa apabila dua negara telah
setuju untuk mengadakan hubungan diplomatik maka persetujuan tersebut juga
berlaku untuk mengadakan hubungan konsuler,kecuali dinyatakan lain. Indonesia
dan Jerman resmi menjalin hubungan diplomatik pada tahun 1952, yang diikuti
53 Liliek Darmadi, Konsul Kehormatan Jerman, Wawancara, Konsulat Kehormatan Jerman
Jl.Abdullah Lubis No.47 A, Medan, 19 April 2013.
Universitas Sumatera Utara
58
dengan Indonesia membuka Kantor Perwakilan Tetap (yang kemudian
ditingkatkan menjadi KBRI) di Bonn dan sebuah Konsulat. Pada tahun yang
sama, Jerman juga membuka Kedutaan Besar Republik Federal Jerman di Jakarta.
Berdasarkan penjelasan di atas,dapat dipahami bahwa antara Indonesia dan
Jerman sudah mengadakan hubungan diplomatik dan konsuler. Bila kedua negara
telah mengadakan hubungan konsuler dan ingin membuka kantor perwakilan,
mengacu pada Pasal 4 ayat (1) Konvensi Wina 1963,maka diperlukan persetujuan
dari negara tempat kantor tersebut akan dibuka. Oleh karena itu,dalam pembukaan
Konsulat Kehormatan Jerman di Medan, yang diperlukan adalah persetujuan atau
izin dari Indonesia untuk Jerman membuka konsulatnya di dalam wilayah
Indonesia.
Persetujuan atau izin tersebut diperoleh melalui mekanisme pembukaan
kantor konsulat di Indonesia yang telah dibahas pada subbab sebelumnya, yaitu
adanya nota pemberitahuan oleh negara pengirim, dalam hal ini Jerman, berupa
Nota Kedutaan Besar No. 536/2009 tanggal 2 Juli 2009 tentang permohonan
pembukaan konsulat,jurisdiksi dan tempat kedudukan serta penunjukan Saudara
Liliek Darmadi sebagai Konsul Kehormatan Jerman , yang dikirim ke Kementrian
Luar Negeri Republik Indonesia. Kemudian setelah melalui beberapa tahap,
Kemenlu mengeluarkan nota diplomatik balasan yang menyetujui permohonan
tersebut dan sekaligus memberikan pengakuan sementara (exequatur sementara)
kepada Konsul Kehormatan Jerman di Medan.54
54 Dapat di lihat dalam Nota Diplomatik balasan dari Kemenlu RI kepada Kedubes Jerman
yang dilampirkan dalam skripsi ini (Lampiran III) .
Universitas Sumatera Utara
59
2. Pengangkatan Konsul Kehormatan Jerman di Medan
Mengenai pengangkatan Konsul Kehormatan Jerman di Medan, mengacu
pada Pasal 10 Konvensi Wina 1963. Dimana hal-hal yang utama yaitu mengenai
pengangkatan Konsul Kehormatan oleh negara pengirim dan pengakuan terhadap
Konsul Kehormatan tersebut oleh negara penerima. Meskipun tetap tunduk
kepada ketentuan Konvensi Wina 1963, formalitas mengenai pengangkatan dan
pengakuan tersebut ditentukan oleh hukum,peraturan-peraturan,dan kebiasaan dari
negara pengirim maupun negara penerima. Biasanya terdapat semacam perjanjian
antara kedua negara yang mengatur formalitas tersebut. Namun antara Indonesia
dan Jerman sampai saat ini belum ada membuat perjanjian yang mengatur
formalitas pengangkatan dan pemberian pengakuan bagi konsul-konsul kedua
negara.
Oleh karena itu, dapat dianggap bahwa pengangkatan Konsul Kehormatan
Jerman berdasarkan hukum Jerman dan pemberian pengakuan terhadap Konsul
Kehormatan Jerman oleh pemerintah Indonesia berdasarkan hukum Indonesia.
Termasuk siapa yang berwenang mengangkat Konsul Kehormatan di Jerman dan
siapa yang berwenang memberikan pengakuan kepada Konsul Kehormatan di
Indonesia serta prosedurnya menurut hukum negara masing-masing yang tidak
melenceng dari ketentuan Konvensi Wina 1963.
Menurut Gesetz über die Konsularbeamten, ihre Aufgaben und Befugnisse
(Undang-Undang tentang Pejabat Konsuler,Fungsi-fungsi dan Kewenangannya)
disingkat Konsulargesetz atau Undang-Undang Konsuler, Pasal 21 mengenai
pengangkatan Konsul Kehormatan menyatakan sebagai berikut;
Universitas Sumatera Utara
60
1) Zu Honorarkonsularbeamten können sowohl Deutsche wie
Ausländer ernannt werden.
2) Vor der Ernennung zum Honorarkonsularbeamten ist insbesondere
zu prüfen, ob der Bewerber nach seiner Persönlichkeit, seiner
beruflichen Erfahrung, seiner Stellung im Empfangsstaat, seiner
Vertrautheit mit den Verhältnissen in dem für ihn vorgesehenen
Konsularbezirk und seinen Sprachkenntnissen für das Amt geeignet
erscheint.
Wird ein Ausländer ernannt, so hat er folgendes Gelöbnis zu leisten:
"Ich gelobe, meine Amtspflichten als Honorarkonsularbeamter der
Bundesrepublik Deutschland nach den für mein Amt maßgebenden
Gesetzen und Weisungen treu und gewissenhaft zu erfüllen." 55
Warga negara Jerman maupun warga negara asing boleh diangkat menjadi
Pejabat Konsul Kehormatan (Pasal 21 ayat (1)). Sebelum diangkat menjadi
Pejabat Konsul Kehormatan,harus diteliti dengan seksama apakah kepribadian
calon, pengalaman profesionalnya, kedudukannya di negara penerima,
keakrabannya dengan daerah-daerah konsuler yang ditentukan, dan kemampuan
bahasanya membuatnya pantas untuk menerima jabatan tersebut. Dan apabila
yang diangkat adalah orang asing,ia harus mengucapkan janji sebagai berikut:
“Saya berjanji untuk melaksanakan tugas-tugas resmi saya sebagai Pejabat
Konsul Kehormatan Republik Federal Jerman dengan setia dan sungguh-sungguh
menurut hukum dan petunjuk-petunjuk yang berlaku bagi jabatan saya”.
Mengenai sistematik pengangkatannya menjadi Pejabat Konsul
Kehormatan, Liliek Darmadi,Dipl.Ing.,MM menerangkan bahwa ada lima orang
yang direkomendasikan Kedubes Jerman, terdiri dari dua warga negara Jerman
dan tiga warga negara Indonesia (termasuk beliau) yang diundang untuk melewati
tes di Jerman. Tes ini sesuai dengan Pasal 21 ayat (2) Konsulargesetz, bahwa
55 Konsulargesetz ini diperoleh dari
http://www.gesetze-im internet.de/bundesrecht/konsg/gesamt.pdf diakses tanggal 14 April 2013
Universitas Sumatera Utara
61
seorang calon Pejabat Konsul Kehormatan harus benar-benar pantas untuk
menerima jabatan tersebut dengan memperhatikan berbagai hal,seperti
kepribadian, kemampuan bahasa, kedudukannya di negara penerima,dsb.
Kemudian dua warga negara Jerman gugur dalam tes, dan tinggal tiga orang
warga negara Indonesia hingga akhirnya beliaulah yang terpilih sebagai Pejabat
Konsul Kehormatan Jerman.
Selanjutnya, Kementerian Luar Negeri Jerman mengeluarkan surat
pengangkatan Liliek Darmadi,Dipl.Ing.,MM sebagai Pejabat Konsul Kehormatan
Jerman dan Presiden Jerman mengeluarkan komisi konsuler untuk dikirimkan ke
pemerintah Indonesia melalui saluran diplomatik. Yaitu dalam bentuk Nota
Kedutaan Besar No. 536/2009 tanggal 2 Juli 2009 dan dikirimkan ke Kementerian
Luar Negeri Indonesia. Kemenlu Indonesia kemudian mengeluarkan persetujuan
dalam bentuk pengakuan sementara (exequatur sementara). Sebelum keluar
exequatur, Presiden Indonesia mengirimkan Badan Intelijen Negara (BIN) untuk
memberikan rekomendasi kepada Presiden, hal ini memang termasuk tugas BIN
yaitu mendeteksi dan mengidentifikasi perkembangan situasi bidang luar negeri 56
dan membuat rekomendasi berkaitan dengan orang dan/atau lembaga asing.57
Setelah itu Presiden mengeluarkan exequatur untuk Konsul Kehormatan Jerman.58
Mengenai dasar hukum tentang siapa yang berwenang mengangkat Konsul
Kehormatan di Jerman, dapat dilihat dari Pasal 20 Konsulargesetz,sebagai berikut;
“Honorarkonsularbeamte sind Ehrenbeamte im Sinne des Beamtenrechts, die mit
der Wahrnehmung konsularischer Aufgaben beauftragt sind.”
56 Pasal 12 poin (b) Peraturan Presiden No. 34 Tahun 2010 tentang Badan Intelijen Negara.
57 Pasal 29 poin (d) Undang-Undang No. 17 Tahun 2011 tentang Intelijen Negara.
58 Liliek Darmadi,Wawancara,loc.cit.
Universitas Sumatera Utara
62
Pasal 20 tersebut menyatakan bahwa Pejabat Konsul Kehormatan adalah
pejabat kehormatan seperti yang dimaksud dalam undang-undang tentang pejabat,
yang dipercaya untuk melaksanakan fungsi-fungsi kekonsuleran. Untuk
mengetahui apa yang dimaksud dengan pejabat kehormatan dan siapa yang
berwenang mengangkatnya maka merujuk pada Gesetz zur Regelung des
Statusrechts der Beamtinnen und Beamten in den Ländern (Beamtenstatusgesetz)
yaitu Undang-Undang tentang Status Hukum Pejabat-Pejabat Negara disingkat
Undang-Undang Status Pejabat dan Bundesbeamtengesetz (BBG) yaitu Undang-
Undang Pejabat Federal.
Beamtenstatusgesetz Pasal 5 ayat (1) dan ayat (2) menyatakan sebagai
berikut;
1) Als Ehrenbeamtin oder Ehrenbeamter kann berufen werden, wer Aufgaben
im Sinne des § 3 Abs. 2 unentgeltlich wahrnehmen soll.
2) Die Rechtsverhältnisse der Ehrenbeamtinnen und Ehrenbeamten können
durch Landesrecht abweichend von den für Beamtinnen und Beamte
allgemein geltenden Vorschriften geregelt werden, soweit es deren
besondere Rechtsstellung erfordert.
Seseorang dapat diangkat sebagai Pejabat Kehormatan untuk melaksanakan
fungsi-fungsi yang terdapat dalam Pasal 3 ayat (2) tanpa dibayar. Fungsi-fungsi
tersebut yaitu yang berkaitan dengan tugas-tugas negara. Status hukum Pejabat
Kehormatan dapat diatur sesuai dengan ketentuan yang berlaku umum bagi
pejabat-pejabat sepanjang tidak ditentukan lain oleh hukum. Oleh karena itu
mengenai yang berwenang untuk mengangkat Pejabat Kehormatan dapat dilihat
dari Pasal 12 ayat (1) Bundesbeamtengesetz, yaitu; “Die Bundespräsidentin oder
der Bundespräsident oder eine von ihr oder ihm bestimmte Stelle ernennt die
Beamtinnen und Beamten, soweit gesetzlich nichts anderes bestimmt ist.”
Universitas Sumatera Utara
63
Presiden atau badan khusus yang ditunjuk oleh Presiden, mengangkat
pejabat-pejabat kecuali ditentukan lain oleh undang-undang. Namun dalam hal
pengangkatan Pejabat-pejabat Konsul Kehormatan, Presiden Jerman juga
memberikan wewenang kepada Menteri Luar Negeri untuk hal tersebut. Hal ini
diatur dalam Anordnung des Bundespräsidenten über die Ernennung und
Entlassung der Beamtinnen, Beamten, Richterinnen und Richter des Bundes
(Peraturan Presiden tentang Pengangkatan dan Pemberhentian Pejabat-Pejabat dan
Hakim Hakim Federal) Pasal 1 ayat (1) sebagai berikut;
“Ich übertrage die Ausübung des Rechtes zur Ernennung und Entlassung aller
Bundesbeamtinnen und Bundesbeamten. Die Ausübung des Rechtes zur
Ernennung und Entlassung der deutschen Honorarkonsularbeamtinnen und
Honorarkonsularbeamten übertrage ich der Bundesministerin oder dem
Bundesminister des Auswärtigen.”
Sedangkan Pasal 2 menyatakan kecuali untuk hal-hal tertentu wewenang
pengangkatan tetap berada pada Presiden; “Für besondere Fälle behalte ich mir
die Ernennung und Entlassung der in Artikel 1 Abs. 1 genannten Beamtinnen,
Beamten, Richterinnen und Richter des Bundes vor.”
Pemberian pengakuan terhadap Konsul Kehormatan Jerman yaitu berupa
pemberian exequatur oleh pemerintah Indonesia. Mengenai siapa yang berhak
mengeluarkan exequatur bagi Konsul Kehormatan, diatur dalam Undang-Undang
No. 37 Tahun 1999 tentang Hubungan Luar Negeri Pasal 38 ayat (2) yaitu59;
“Presiden menerima Surat Tauliah seorang Konsul Jenderal Kehormatan atau Konsul
Kehormatan asing yang bertugas di Indonesia serta mengeluarkan eksekuatur.”
59 Surat Tauliah memiliki arti yang sama dengan Komisi Konsuler atau Letter of
Comission.
Universitas Sumatera Utara
64
3. Hal-hal Operasional dalam Hubungan Konsuler Oleh Konsul Kehormatan
Jerman di Medan
Dalam melaksanakan tugas-tugas kekonsulerannya,Konsul Kehormatan
Jerman yang berkedudukan di Medan memiliki wilayah yurisdiksi (consulate
district) meliputi Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam, Sumatera Utara, Riau,
Sumatera Selatan, termasuk Kepulauan Mentawai.60
Konsul Kehormatan Jerman tidak digaji, biaya operasional dalam
menjalankan fungsi-fungsi kekonsulerannya akan diganti oleh Kedutaan Besar
Republik Federal Jerman. Konsul Kehormatan akan mengeluarkan dana pribadi
terlebih dahulu untuk biaya operasional konsuler, kemudian biaya-biaya
operasional tersebut diajukan ke Kedutaan Besar Jerman untuk ditanggung
kedutaan. Biaya yang ditanggung hanya yang jelas peruntukannya untuk
operasional dan memiliki standar kewajaran , misal biaya transport konsul,gaji
pegawai,dsb.
Jabatan Konsul Kehormatan tidak memiki jangka waktu tertentu. Namun
Konsul Kehormatan dapat diberhentikan kapan saja apabila terjadi kondisikondisi
yang menyebabkan seorang pejabat harus diberhentikan. Mengenai hal
ini, disebutkan dalam Pasal 23 Konsulargesetz, yaitu sebagai berikut;
“Honorarkonsularbeamte können jederzeit verabschiedet werden. Sie sind zu
verabschieden, wenn die Voraussetzungen für die Versetzung eines Beamten in
den Ruhestand gegeben sind.”
60 Dapat dilihat pada exequatur (Surat Pengakuan) yang dikeluarkan oleh Presiden
Republik Indonesia kepada Konsul Kehormatan Jerman yang terdapat pada Lampiran IV skripsi
ini.
Universitas Sumatera Utara
65
Untuk membantunya melaksanakan fungsi-fungsi konsuler,Konsul
Kehormatan mengangkat seorang staf administrasi dan seorang staf keamanan.
Konsul Kehormatan sebagai kepala Konsulat Kehormatan Jerman bertanggung
jawab secara keseluruhan atas semua kegiatan-kegiatan yang berkenaan dengan
masalah konsuler di kantornya.
Konsul Kehormatan Jerman yang berkedudukan di Medan tidak bekerja
full-time, beliau juga memiliki pekerjaan dan profesi lain di luar tugasnya sebagai
Pejabat Konsul Kehormatan. Namun ia harus dapat membagi waktu, dimana ia
dalam waktu 24 jam harus selalu siap untuk dihubungi oleh Kedutaan Besar
Republik Federal Jerman. Dalam hal ini Konsul Kehormatan Jerman di Medan
memiliki e-mail yang selalu aktif dalam 24 jam, dan seringkali beliau langsung
mendapatkan e-mail langsung dari Kementerian Luar Negeri Jerman mengenai
bermacam-macam hal yang terkait dengan proteksi warga negaranya misalnya
mengenai adanya informasi-informasi penting dan hal-hal darurat seperti bencana
alam.61
61 Liliek Darmadi,Wawancara,loc.cit.
Universitas Sumatera Utara